Rabu, 22 September 2010

Generasi Pelurus Bangsa



DI LUMBUNG KITA MENABUNG

Desa harus jadi kekuatan ekonomi

agar warganya tak hijrah ke kota

sepinya desa adalah modal utama

untuk berkerja dan mengembangkan diri.....
Itulah salah satu bait syair lagu milik iwan fals yang dapat kita ambil maknanya. Jika kita melintaskan pikiran tentang indonesia, tentunya akan tergambar negara archipelago dengan kekayaan alam melimpah? Memang benar. Namun juga sarat krisis multidimensi. Sebut saja beberapa permasalahan seperti kondisi perekonomian yang tak kunjung membaik sejak tahun 1997, merajalelanya korupsi dalam proyek-proyek pemerintah, angka kemiskinan pada tahun 2006 yang mencapai 17,75% dari total penduduk Indonesia (BPS, 2006:1), kecelakaan transportasi yang terjadi secara beruntun, kerap dilanda bencana alam, isu terorisme dan masalah sosial lainnya. Hal-hal tersebut dapat menghambat jalannya pembangunan di segala bidang yang tengah digalakkan oleh pemerintah. Pembangunan yang telah dilakukan selama ini secara umum telah mampu meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, pembagunan ternyata menimbulkan kesenjangan antarkota-dan desa. Banyak wilayah-wilayah yang memiliki produk unggulan dan lokasi strategis belum dikembangkan secara optimal. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di perdesaan umumnya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan mereka yang tinggal di perkotaan. Hal ini merupakan konsekuensi dari perubahan struktur ekonomi dan proses industrialisasi, dimana investasi ekonomi oleh swasta maupun pemerintah (infrastruktur dan kelembagaan) cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan. Selain dari pada itu, kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan masih banyak yang tidak sinergis dengan kegiatan ekonomi yang dikembangkan di wilayah perdesaan. Akibatnya, peran kota yang diharapkan dapat mendorong perkembangan perdesaan (trickling down effects), justru memberikan dampak yang merugikan pertumbuhan perdesaan (backwash effects).

Mari kita membicarakan tantang desa di Aceh atau Gampong, saya akan membicarakan tentang desa yang saya singgahi, desa Lam Ara Tunong Kecamatan Kuta Malaka Kabupaten aceh Besar. Seperti layaknya sebuah daerah yang didalam mempunyai beragam kelebihan dan kekurangan, Lam Ara Tunong juga mempunya potensi yang pantas untuk ditimbulkan. Adapun potensi tersebut adalah persawahan, perkebunan/pertanian, peternakan, sungai, batu-batuan, dan pariwisata Alam.

Antara maret 2006 sampai dengan juni 2009 saya bersinggah di desa Lam Ara Tunong nampak bahwa sistem pemerintahan berdasarkan Qanun Nomor 5 tentang pemerintahan Gampong dalam Provinsi Naggroe Aceh Darussalam belum berjalan secara optimal. Begitu banyak Sumber Daya Alam yang belum di manfaatkan, yang menjadi sorotan Gampong Lam Ara tunong juga memiliki potensi pariwisata alam berupa Air Terjun.

Jumlah penduduk Gampong Lam Ara Tunong berdasarkan catatan september 2006, adalah sebanyak 447 jiwa, dengan jumlah penduduk ini sangat cocok untuk mendukung pembangunan Gampong dari ketertinggalan. Namun permasalahan yang dihadapi sekarang adalah banyaknya masyarakat miskin yaitu 88 KK, dibandingkan penduduk mapan, untuk permasalahan ini masih diatasi dengan pengembangan ekonomi secara berkelanjutan oleh Pemerintah dan swasta.

Luas sawah penduduk Gampong Lam Ara Tunong adalah sekitar 75 Ha, dengan lahan produktif seluas 50 Ha, lahan kritis 5 Ha dan lahan yang tak terairi seluas 20 Ha. Untuk mengatasi permasalahan lahan kritis dan lahan yang tidak terairi adalah dengan perbaikan tanggul sungai yang hancur akibat banjir, yang total kerusakan mencapai 1000 M. Karena inilah jalan satu-satunya yang bisa ditawarkan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Lahan pertanian yang dimiliki penduduk Gampong Lam Ara Tunong seluas 1500 Ha yang diantaranya lahan produktif / ditanami tanaman keras seluas 150 Ha dan yang lainnya adalah lahan tidur dan hutan rakyat. Karena masih banyak lahan tidur yang berada di Gampong Lam Ara Tunong maka perlu adanya bantuan bibit – bibit tanaman yang diantaranya bibit rambutan, durian, langsat serta bibit tanaman hortikultura lainya. Dan juga perlu pengadaan 4 unit jembatan dan perbaikan 2 unit jembatan usaha tani yang sudah ada karena rata-rata lahan penduduk harus menyeberangi sungai. Area untuk lokasi peternakan yang berada di Gampong Lam Ara Tunong cukup tersedia dan sesuai dengan harapan para peternak itu sendiri karena selain didukung oleh lahan yang cukup luas juga didukung dengan tersedinya pakan ternak yang melimpah namun kendala dalam pemeliharaan ternak adalah terbatasnya bibit ternak. Sumber pengairan Gampong adalah sungai yang alurnya berasal dari gunung Gampong Lam Ara Tunong, karena air yang tak pernah kering walau kemarau tiba maka sangat cocok kalau sungai tersebut dibangun pembangkit listrik tanaga air, setidaknya cukup untuk konsumsi penduduk Gampong Lam Ara Tunong dan mungkin bisa dijual untuk PLN. Dan ini diperlukan keseriusan pihak yang berkopeten untuk membantu permasalahan ini. Jenis Batu-batuan yang terkandung dipegunungan Gampong Lam Ara Tunong sangat beragam mulai dari batu gunung untuk bangunan, batu marmar serta batu pupuk magnesium yang sangat cocok untuk tanaman sawit bahkan untuk jenis batu ini sudah dipasarkan oleh penduduk Gampong dalam bentuk curah, sementara keinginan untuk dipasarkan dalam bentuk jadi masih terbentur dengan dana untuk membangun pabrik serta pemasaran pasca produksi yang tentunya apabila ada investor yang bersedia menginves dananya dalam usaha tersebut akan sangat membantu penduduk Gampong Lam Ara Tunong untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat karena dengan adanya usaha tersebut dengan sendirinya akan menampung tenaga kerja local. Pegunungan Bukit Barisan Gampong Lam Ara Tunong menyimpan potensi pariwisata alami yang sangat indah mulai dari tempat pemandian sampai dengan air terjun, namun untuk sekarang ini masih belum tersentuh oleh pengelolaan secara professional dan kalau dikelola secara baik akan mendatangkan devisa Pemerintah Kabupaten Aceh Besar yang sangat signifikan. Tentunya ini menjadi tantangan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar dan berbagai pihak untuk mendukung pembangunan pariwisata yang islami di Gampong Lam Ara Tunong.

Dapat kita rangkai mengapa Gampong Lam Ara Tunong yang memilki produk unggulan dan lokasi strategis belum dapat dikembangkan secara optimal. Hal ini disebabkan, antara lain: (1) adanya keterbatasan informasi pasar dan teknologi untuk pengembangan produk unggulan; (2) belum adanya sikap profesionalisme dan kewirausahaan dari pelaku pengembangan kawasan di daerah; (3) belum optimalnya dukungan kebijakan nasional dan daerah yang berpihak pada petani dan pelaku usaha swasta; (4) belum berkembangnya infrastruktur kelembagaan yang berorientasi pada pengelolaan pengembangan usaha yang berkelanjutan dalam perekonomian daerah; (5) masih lemahnya koordinasi, sinergi, dan kerjasama diantara pelaku-pelaku pengembangan kawasan, baik pemerintah, swasta, lembaga non pemerintah, dan masyarakat, serta antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, dalam upaya meningkatkan daya saing produk unggulan; (6) masih terbatasnya akses petani dan pelaku usaha skala kecil terhadap modal pengembangan usaha, input produksi, dukungan teknologi, dan jaringan pemasaran, dalam upaya mengembangkan peluang usaha dan kerjasama investasi; (7) keterbatasan jaringan prasarana dan sarana fisik dan ekonomi dalam mendukung pengembangan kawasan dan produk unggulan daerah; serta (8) belum optimalnya pemanfaatan kerangka kerjasama antar wilayah maupun antar negara untuk mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan serta teknologi.

Pembangunan perkotaan dan pedesaan ini saling terkait membentuk suatu sistem pembangunan wilayah provinsi yang sinergis. Namun hal ini belum sepenuhnya terjadi di Provinsi NAD karena peran kota-kota sebagai ‘motor penggerak’ (engine of development) belum berjalan dengan baik.

Pendekatan yang sesuai dengan mind-set ini adalah pendekatan based asset (berbasis kekuatan) yang menekankan pada kekuatan masyarakat lokal dalam mewujudkan visi menjadi bangsa yang diimpikan. Karakter khusus pendekatan ini dan perbedaannya dengan pendekatan based needs dapat dilihat dengan pendekatan Community Asset yang paling sering digunakan dalam pendekatan based asset. Community Asset yang berfungsi mengidentifikasi aset-aset pribadi (bakat, keterampilan, sumber daya) secara personal dan kolektif. Setiap individu diyakini memiliki kontribusi yang unik untuk mengembangkan komunitasnya. Tujuannya adalah untuk menggali dan memanfaatkan aset-aset tersebut.

Tahapan selanjutnya adalah menemukan visi bersama. Masyarakat diajak menggali keinginan dan tujuan untuk dicapai bersama. Kemudian tujuan itu dipetakan untuk dibuat rancangan program yang tepat diterapkan dalam masyarakat tersebut yang sesuai dengan visi mereka. Ini termasuk dalam inner resources approach yang merangsang masyarakat agar mampu mengidentifikasikan kebutuhan dan keinginannya. Dalam implementasinya, setiap individu dalam masyarakat akan memberikan kontribusi sesuai potensi yang dimilikinya. Posisi pemerintah adalah sebagai fasilitator untuk mendukung pelaksanaan program yang dilakukan oleh masyarakat lokal.

Pendekatan ini bersifat doing with community, sehingga merangsang masyarakat menjadi aktif dan dinamis serta mampu mengidentifikasi kebutuhannya.

Kearifan lokal dan syariah islam menjadi harga mati untuk pembangunan aceh, jika kita semua tidak mau celaka. Banyak pembangunan baik yang dilakukan pemerintah maupun NGO/LSM yang tidak “beramah tamah” dengan adat tidak dapat dilanjutkan karena masyarakat menolaknya.

Aceh harus mandiri Baik mandiri secara mental maupun fisik. Dengan besarnya jumlah sumber daya manusia yang dimiliki, diharapkan dapat manjadi pelaku pembangunan yang kompeten. Apalagi didukung sumber daya alam yang dapat menjadi modal pembangunan. selama ini lebih banyak melakukan pembangunan material daripada meningkatkan self-help masyarakat lokal. Pendekatan based need yang sering digunakan dalam program pemerintah semakin menurunkan resiliensi bangsa terhadap persoalan-persoalan yang terjadi. Sulit untuk memiliki optimisme yang kuat ketika kita tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup.

Desa adalah kenyataan kota adalah pertumbuhan, pembangunan senantiasa melibatkan desa sebagai tempat berpijak. Begitu banyak gampong di Aceh yang memiliki potensi dan lokasi strategis untuk dikembangkan, Gampong Lam Ara Tunong hanya salah satu contoh yang dapat kita kembangkan dan menjadi benteng perekonomian dan pembangunan Aceh kedepan.




Banda Aceh18 July 2009




Geraldi Farizi